Sejarah Petak Sembilan, Berawal dari Warung Kopi dalam Gang
Petak Sembilan merupakan chinatown atau pecinan yang tersohor di Jakarta. Kawasan ini kental dengan budaya Tionghoa. Pelancong bisa menikmati setiap sudut Petak Sembilan yang kaya nilai historis ini.
Nama Petak Sembilan konon katanya berasal dari rumah petak yang berjumlah sembilan unit di lokasi ini.
"Dulu di depan rumah petak itu, ada warung kopi. Nah, kalau orang mau minum kopi, ditanya mau ke mana, mereka jawabnya ke Petak Sembilan," kata salah seorang warga Petak Sembilan, Tjoen Hauw kepada CNNIndonesia.com pada beberapa waktu yang lalu.
Nama Petak Sembilan terus melekat meski rumah petak itu kini sudah tak ada lagi.
Petak Sembilan terletak di Gang Pancoran, Glodok, Jakarta Barat. Lokasinya tepat berada di belakang Pasar Glodok.
Nama Gang Pancoran sendiri berasal dari pancuran air yang dahulu terletak di depan gang. Kini pancuran itu juga sudah tak ada.
Meski banyak yang berubah, kawasan Petak Sembilan hingga saat ini masih dihuni masyarakat etnis Tionghoa. Mereka hidup dengan pribumi yang tinggal di beberapa jalan yang terhubung dengan Gang Pancoran.
Kebanyakan masyarakat Tionghoa berdagang di Gang Pancoran. Mulai dari bahan makanan seperti sayuran hingga lauk pauk dapat ditemukan di pasar ini. Sebagian toko juga menawarkan kue-kue kering warung makanan jadi.
Hiruk pikuk Petak Sembilan sudah mulai terasa sejak pagi fajar menjelang. Para pedagang yang berjejeran sudah mulai membuka lapak mereka di pagi hari. Ciri khas pasar ini terletak pada dekorasi ornamen Tionghoa yang berwarna merah.
Pasar ini juga menjual berbagai perlengkapan ibadah bagi umat Hindu, Budha, dan Konghucu seperti lampion, dupa, jin zhi, chang san, dan baju khas Tionghoa yang dipakai saat Imlek. Pasar ini mulai menutup dagangannya pada pukul 8 malam.
![]() |
Dari vihara inilah, nama tempat kelenteng populer untuk menyebut kuil tempat beribadah orang Tionghoa.
"Asal mula kata kelenteng dulu sebenarnya dari sini. Ini dulu namanya Kwan Im Teng, artinya paviliun Kwan Im," kata Pengurus Vihara Dharma Bhakti, Suherman kepada CNNIndonesia.com.
Namun, masyarakat pribumi kala itu sulit menyebut Kwam In Teng dan malah menyebutnya dengan kelenteng.
"Mereka kan susah mengucapkannya, akhirnya jadilah kelenteng," ujar Suherman.
Sejak saat itu, kelenteng semakin populer dan digunakan di seluruh Indonesia.
Pelancong juga bisa berwisata kuliner di Petak Sembilan. Sejumlah kuliner legendaris terus dipertahankan secara turun temurun.
Berikut lima rekomendasi kuliner legendaris di kawasan pecinan Petak Sembilan:
1. Kopi Tak Kie
Anda bisa menyesap segelas kopi di kedai Kopi Tak Kie yang sudah berdiri sejak 1927. Kopi di pecinan Petak Sembilan ini masih mempertahankan keauntentikannya.
Hanya ada dua menu yang ditawarkan di kedai ini, yakni kopi hitam dan kopi susu. Kedua kopi ini bisa diseduh panas atau dingin. Kopi hitam yang disajikan terasa sedikit asam dengan aroma kopi arabika yang kuat. Sementara kopi susu dominan dengan rasa manis.
2. Rujak Shanghai Encim
Tak jauh dari situ, rasakan pula kekhasan Rujak Shanghai Encim. Uniknya, rujak ini bukanlah rujak buah melainkan rujak ubur-ubur atau cumi-cumi besar. Rujak ini dibuat menggunakan resep turun temurun sejak 1950.
3. Bakmie Amoy
Aneka bakmi mulai dari bakmi goreng dan kuah, kwetiau, bihun, locupan, dan nasi capcay bisa dinikmati di Bamie Amoy. Hingga saat ini, Bakmie Amoy masih membuat bakmie dengan tangan tanpa campuran bahan pengawet sehingga bakmie tersebut hanya dapat bertahan selama tiga hari.
4. Ketupat Gloria 65 Cap Go Meh
Ketupat Cap Go Meh tak hanya bisa dinikmati saat Imlek saja. Anda bisa merasakan ketupat yang dicampur dengan labu siap, sayur lodeh, ayam kampung, telur, ati ampela, tahu, tempe, dan kentang di kedai ini setiap hari.
5. Chicongfan Pak Karim
Chicongfan adalah lembaran tipis seperti kwetiau yang terbuat dari tepung beras dan kanji. Chicongfan nikmat disantap dengan kecap asin, wijen, bawang goreng, cabai, dan mayu.
Post a Comment